ALAT UKUR RADIASI
I. Pendahuluan.
Setelah mengetahui sifat-sifat, jenis serta bagaimana cara kerja
radiasi, maka dapat disimpulkan bahwa
radiasi itu tidak dapat dilihat, dirasakan, ditangkap. hanya dengan
peralatan tertentu radiasi dapat diketahui atau dideteksi. Alat pendeteksi radiasi itu disebut detektor. Untuk
mengetahui besaran-besaran dari radiasi
diatas, detektor dirangkaikan dengan peralatan elektronik sehingga keseluruhan
peralatan dapat juga disebut alat ukur. Satuan-satuan yang diukur adalah, laju
paparan/ laju dosis, dosis total, radioaktivitas. Alat ukur dibagi menjadi dua:
1. Alat
Ukur Pasif.
Alat
ukur yang mana pembacaan hasil pengukurannya tidak dapat dibaca langsung
melainkan harus melalui proses terlebih dahulu. Contoh: Film badge, TLD badge.
2. Alat
Ukur Aktif.
Alat ukur yang dapat menunjukkan secara langsung hasil
pengukuran radiasi yang diterima. Contoh: survey meter, dosimeter saku.
Berdasarkan fungsinya
alat ukur radiasi juga dibedakan menjadi
dua yaitu:
a. Pemonitor
Perorangan.
Pemonitor perorangan adalah suatu alat yang digunakan
untuk mendeteksi radiasi yang diterima oleh tubuh manusia. Alat yang digunakan disini dapat berupa alat ukur pasif dan juga alat
ukur aktif. Pada prinsipnya jumlah
radiasi yang diterima oleh alat tersebut identik dengan jumlah radiasi yang
diterima oleh tubuh manusia.
b. Pemonitor Lingkungan.
Prinsip dasar kerja alat ukur
lingkungan ini adalah adanya proses ionisasi, eksistasi dan sintilasi di
detektor dan hasil proses tersebut
dirubah menjadi pulsa-pulsa listrik yang diteruskan ke alat baca (elektronik).
Reaksi-reaksi yang terjadi apabila seberkas sinar (alpa, beta, gamma, atau
X) berinteraksi dengan medium didalam detektor.
Berkas radiasi bila
melalui suatu medium ia akan kehilangan sebagian atau seluruhnya energinya melalui proses ionisasi dan
eksitasi. Penyerapan energi tersebut diatas mempunyai hubungan linier dengan
banyaknya partikel-partikel yang datang dan prinsip inilah yang digunakan dalam
semua instrumentasi nuklir. Intrumentasi didalam fisika kesehatan harus dapat
melayani berbagai macam kegunaan, misalnya mengukur partikel, mengukur dosis akumulasi, mengukur laju
dosis, energi rendah, energi tinggi, pengukuran
tanpa adanya pengaruh energi. Prinsip kerja dari alat ukur adalah radiasi
berinteraksi dengan detektor dan response yang
ditimbulkannya sebanding dengan efek radiasi yang datang.
Tabel Efek Radiasi Yang Dipergunakan
Dalam Mendeteksi dan Mngukur Radiasi.
EFEK
|
TIPE INSTRUMEN
|
DETEKTOR
|
Elektris
Kimiawi
Cahaya
Thermoluminescence
Panas
|
1. Bilik Ionisasi
2.Penghitung Proporsional
3. Penghitung Geiger
4. Solid State
1. Film
2. Dosimeter
Kimiawi
1. Penghitung
Skintilasi
2. Penghitung
Cerenkov
Thermoluminescence
Dosimeter.
Kalorimeter
|
1. Gas.
2. Gas
3. Gas
4. Semikonduktor
1. Emulsi Fotografi
2. Padat
atau Cair.
1. Kristal atau
cair
2. Kristal atau
cair
Kristal
Padat atau cair
|
II.
DETEKTOR
a. Penghitung Partikel Berisi Gas.
Apabila detektor yang berisi gas terkena radiasi maka
akan terjadi proses ionisasi gas dalam detektor tersebut. Jika konstanta waktu
RC jauh lebih besar dari waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan semua ion
yang dihasilkan oleh lintasan partikel tunggal yang melalui detektor maka
tinggi pulsa dapat dihitung dengan rumus : V
= Q/C ; dimana:
·
V potensial
· Q jumlah
muatan yang dihasilkan dalam detektor
·
C Kapasitas.
1. Penghitung
Bilik Ionisasi (Ionization Chamber Counter)
Ionization
chamber ialah ruangan yang tertutup yang berisi gas dimana ionisasi yang terjadi oleh radiasi
dapat dikumpulkan dan diukur. Medan listrik didalam ruangan
sensitif menarik elektron-elektron bebas
dan ion-ion positip ke elektroda-elektroda
yang berbeda dan muatan total atau arusnya dapat diukur. Seperti proses ionisasi diatas maka di dalam detektor akan terbentuk
ion-ion positif yang akan dikumpulkan oleh katoda di bagian dinding detektor
dan ion-ion negatif atau elektron yang
akan dikumpulkan oleh anoda.
Apabila variable High Voltage Power Supply kita hidupkan
mulai dari (0) maka terbentuk suatu daerah tegangan operasi yang kita namakan
daerah bilik Ionisasi (Ionization chamber Region) dimana tegangan operasi
disini dapat dinyatakan relatif rendah, tetapi sudah cukup untuk menarik
elektron-elektron yang terbentuk
dari proses ionisasi ke anoda sebelum elektron-elektron tersebut
kembali bergabung dengan ion positif
untuk membentuk atom netral.
Pergerakan elektron menuju anoda yang dikarenakan
perbedaan tegangan antara anoda dan katoda tidak memungkinkan untuk
menghasilkan proses ionisasi sekunder. Jadi jumlah elektron yang terkumpul pada
anoda merupakan proses ionisasi primer sehingga tinggi pulsa yang terbentuk
akan sebanding dengan jumlah ion primer yang dihasilkan pada proses ionisasi
primer atau dengan kata lain faktor penguatan gas pada detektor ini sama dengan
satu.
Dalam membuat ionization chamber maka pengaruh dinding -
dindingnya adalah sangat penting dan harus diketahui betul karakternya. Jika
material dari dinding ionization chamber mempunyai komposisi atom yang sama
dengan komposisi gas didalamnyamaka ionization chamber dikatakan homogen.
Jenis dinding lain yang sering dipergunakan juga ialah
dinding plastik yang mempunyai komposisi atomik seperti komposisi atomik
jaringan-jaringan tubuh manusia dan diisi dengan gas yang mempunyai komposisi
atomik yang sama, ini disebut tissue equivalent ionization chamber. Lihat
gambar yang menunjukkan tegangan kerja dari ionization chamber.
Kelemahan untuk mengoperasikan
ionization chamber adalah pulsa yang terlalu kecil dan memerlukan penguatan
yang besar serta sensitivitas masukan yang tinggi pada pencacah karena jumlah
total dari arus atau muatan total merupakan parameter yang diukur. Karena
satuan roentgen didefinisikan dalam udara maka alat ini dapat dipakai untuk
mengukur dosis radiasi. Dalam digunakan untuk mengukur radiasi Alpha, Beta dan Gamma.
bilik ionisasi Proporsional Geiger
Tegangan kerja
Kurva Tinggi pulsa vs tegangan kerja pada penghitung pulsa
berisi gas.
2. Penghitung Proporsional (Proporsional
Counter).
Kelemahan
pada sistim pengoperasian Bilik Ionisasi adalah keluaran yang dihasilkan pada
proses detektor yang relatif lemah sehingga membutuhkan Amplifikasi/ penguatan
yang besar atau tingkat kepekaan masukan yang tinggi dalam sistim penghitung.
Untuk mengatasi hal ini maka sistim Bilik Ionisasi dioperasikan sebagai
penghitung proporsional yaitu dengan menaikkan daerah tegangan kerja dari Bilik
Ionisasi.
Elektron-elektron
primer yang terbentuk dari hasil proses ionisasi dalam detektor yang
dioperasikan pada daerah tegangan kerja proporsional yang tertarik ke elektroda
positif dan negatif akan mengakibatkan proses ionisasi sekunder sehingga faktor
amplifikasi akan menjadi lebih besar dari satu yang dikarenakan bertambahnya ion
sekunder atau dengan kata lain terjadi
multiplikasi gas dalam detektor yang kita kenal dengan nama “Avalance”.
Semakin
besar tegangan kerja kita naikan maka akan makin besar juga “avalancehe”nya melalui penyebaran di
sepanjang anoda. Selain tegangan tinggi
dan detektor, amplifikasi juga tergantung pada diameter anoda. Diameter anoda
mengecil, amplifikasi akan membesar dan juga tergantung pada tekanan gas dalam
detektor.
Secara
teoritias detektor yang sama dapat
digunakan sebagai ionization counter, proportional atau geiger counter yang
hanya berbeda pada tegangan kerja,
tetapi pada kenyataannya dan karena alasan ekonomis dan praktis maka dibuat
alat ukur untuk masing-masing counter.
Proportional counter dapat dipergunakan untuk membedakan
energi partikel yang datang. Dapat digunakan untuk mengukur radiasi
Alpha dan Beta.
3. Penghitung Geiger (Geiger Counter)
Dengan
menaikkan terus tegangan tinggi sampai melewati tegangan daerah proporsional
sehingga mengakibatkan “avalanche”
merentang sepanjang anoda. Bilamana hal ini terjadi maka daerah tegangan kerja
disebut daerah GEIGER.
Pada
daerah tegangan kerja ini semua ukuran pulsa akan sama tanpa membedakan sifat
dari partikel penyebab proses ionisasi primer maka operasi pada daerah ini
tidak dapat membedakan macam radiasi dan tidak dapat untuk mengukur energi.
Efisiensi
dari detektor ini tentu tergantung pada energi dari partikel sehingga tiap
pemakai detektor counter ini harus menentukan effisiensi dari detektor tersebut
untuk berbagai energi sehingga hasil pengukuran dapat diberi interpretasi yang
tepat.
Apabila
dilihat pada grafik antara angka hitungan/
cacah vs tegangan kerja akan terjadi Plateau dengan kemiringan slope
yang positif yaitu 3 % per 100 volt.
Setelah
ion-ion negatif (elektron) ditarik ke anoda maka ion-ion positif ditarik ke
katoda. Pada waktu ion-ion positif ditarik ke katoda ion-ion tersebut menumbuk
dinding detektor sambil sebagian melepaskan energi dalam bentuk panas dan
sebagian lagi mengaktifkan atom-atom dari dinding detektor.
Pada saat atom-atom dari dinding detektor kembali ke
keadaan normal, atom-atom tersebut melepaskan energi pengaktifannya dengan
memancarkan faton-faton ultra violet dan terjadi interaksi antara faton-faton
ultra violet dengan gas sehingga kemungkinan akan menimbulkan suatu avalanche
dan dengan demikian juga akan menimbulkan suatu “Spurious Count” (hitungan/ cacahan lancung). Hitungan semacam ini
dalam sistim tersebut harus diredam/ dihilangkan dan sistim peredaman yang
disebut “QUENCHING” . Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan tegangan
pada anoda setelah suatu pulsa hingga semua ion-ion positif terkumpul pada
katoda atau secara kimiawi dengan menggunakan gas peredam diri yaitu suatu gas
yang dapat menyerap faton-faton ultra violet tanpa terjadi ionisasi misalnya
dengan memasukkan gas organik seperti alkohol atau ether.
Apabila ada dua buah partikel masuk dalam suatu
perhitungan dengan keberuntunan yang sangat cepat maka avalanche ion-ion dari
partikel pertama melumpuhkan sistim penghitung sehingga sistim penghitung tidak dapat memberikan respon pada saat
partikel kedua masuk. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan suatu sistim yang disebut waktu pisah
(Resolving Time).
Pergerakan ion-ion
negatif menuju anoda sangat sepat dibanding ion-ion positif menuju ke
katoda sehingga suatu saat memungkinkan ion-ion positif membentuk suatu
selubung di sekitar anoda yang mengakibatkan penurunan intensitas medan listrik
disekitar anoda. Hal ini juga akan mengakibatkan penurunan avalanche oleh partikel penyebab
ionisasi.
Apabila
ion-ion positif selanjutnya bergerak menuju ke katoda maka intensitas medan
listrik disekitar anoda akan meningkatkan kembali hingga ketitik seperti dimana avalanche
lainnya dapat dimulai kembali. Waktu yang diperlukan untuk mencapai intensitas
medan listrik ini disebut “Dead Time” (waktu mati).
b. Penghitung
Skintilasi.
Detektor
Skintilasi merupakan suatu transduser yang merubah energi kinetik dari suatu
partikel penimbul ionisasi menjadi suatu
kilatan cahaya. Kilatan-kilatan cahaya
yang terbentuk dapat diamati secara elektronis dengan menggunakan tabung-tabung
foto multiplier dimana pulsa-pulsa keluarannya dapat diperkuat,diperbanyak,
disortir menurut ukuran dan dihitung.
Detektor skintilasi adalah detektor yang sangat baik untuk
mencari spektrum dari suatu sumber radioaktif, karena pulsa-pulsa yang dihasilkan, berbanding lurus
dengan energi partikel mula-mula.
Skintilasi banyak dipergunakan untuk mencacah radiasi gamma dan beta.
Tebel
bahan-bahan scintilasi:
BAHAN
|
DENSITAS
|
PANJANG GELOMBANG
DARI EMISI MAKSIMUM (A)
|
TINGGI
PULSA
RELATIF
|
WAKTU PELURUHAN
(DETIK)
|
Na (TI)
CsI (TI)
KI (TI)
Anthracene
Trans-Stilene
Pastik
Cairan (Toluene)
P-Terphenyl
|
3,67
4,51
3,13
1,25
1,16
-
-
1,23
|
4100
Biru
4100
4400
4100
3550 - 4500
3550 - 4500
4000
|
210
55
50
100
60
28 - 48
27 - 49
40
|
0,25
1,1
1,0
0,032
0,0064
0,003 - 0,005
0,002 - 0,008
0,005
|
c. Derektor Semikonduktor.
Detektor semikonduktor bertindak sebagai suatu bilik ionisasi padat.
Partikel penimbul ionisasi seperti Alpha, Beta dan yang lainnya berinteraksi
dengan atom-atom dalam volume sensitif dari detektor untuk menghasilkan
elektron-elektron melalui ionisasi. Pengumpulan ion-ion ini menghasilkan suatu
pulsa keluaran. Bahan semikonduktor yang biasa digunakan adalah silikon dan
germanium.
III. MONITOR PERORANGAN
a. Dosimeter Saku.
Suatu alat yang dipergunakan untuk
mengukur dosis radiasi yang berdasarkan atas prinsip respons dari instrumen
sebanding dengan energi radiasi yang diserap oleh instrumen tersebut. Biasanya
menggunakan satuan mRem atau mSv. Alat ini terdiri dari bilik ionisasi dinding
udara yang dilengkapi dengan suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip
elektroskop dimana satu bagian lengannya tetap dan satu bagian lainnya dapat
bergerak bebas pada skala yang telah disiapkan pada dosimeter tersebut.
Apabila dosimeter saku “change” ini
berarti kita memberi muatan positif kutub
alat elektroskop sehingga kedua
lengan tadi akan saling tolak menolak sampai lengan yang dapat bergerak
bebas tadi menuju angka nol atau kalau kita lihat pada dosimeter berarti jarum
menunjukkan angka nol.
Gas dalam bilik ionisasi pada
dosimeter saku apabila terkena radiasi akan mengakibatkan ionisasi sehingga
terjadi ion-ion positif dan negatif dalam bilik ionisasi tersebut. Ion-ion
positif akan tertarik ke dinding dosimeter sedangkan ion negatif akan tertarik
ke kutub dari alat elektroskop dan menetralkan/ menurunkan muatan yang ada
sehingga daya tolak kedua lengan dari alat elektroskop tersebut juga semakin
lemah. Dengan melemahnya daya tolak
kedua lengan tersebut berarti lengan yang dapat bergerak bebas akan bergeser.
Pergeseran ini dalam skala pada dosimeter akan terlihat bergeser ke arah angka
maksimum. Besarnya pergeseran pada skala dosimeter ini sebanding dengan muatan
negatif yang tertarik ke kutub alat elektroskop atau dengan kata lain sebanding
dengan energi radiasi yang diberikan pada proses ionisasi.
b. Film Badge.
Suatu alat yang lazim dipergunakan
sebagai personel monitoring yang terdiri dari sebuah paket yang berisi dua
lempeng film dental ( untuk sinar-x atau gamma) atau tiga buah lempeng film dental (untuk sinar - x dan gamma, netron) yang dibungkus dalam suatu
kertas kedap sinar dan dikenakan dalam suatu wadah plastik atau logam yang
sesuai. Kedua film yang digunakan masing-masing terdiri dari emulsi yang
sensitif dan yang satu lagi emulsi yang kurang sensitif.
Proses yang terjadi pada pemonitor
perorangan yang mempergunakan film ini sama dengan proses yang terjadi pada
waktu melakukan radiografi pada bidang medis.
Prinsip dasar yang terjadi pada film
badge adalah adanya kehitam-hitaman pada film. Kehitam-hitaman film tersebut
yang kemudian diukur kerapatannya dan dibandingkan atau diplot pada grafik
standar antara kerapatan dengan dosis. Pada umumnya minimum pencacahan hanya dapat
dicapai pada dosis 0,1 mSv (10 mRem) hal ini diakibatkan pada kemampuan alat
baca atau alat cacah yang dipergunakan pada laboratorium-laboratorium proses
film badge.
Pengukuran dosis pda film badge
didasarkan pada fakta bahwa radiasi pengion akan menyinari perak bromida yang
terdapat pada emulsi fotografi yang akan mengakibatkan kehitaman pada film
tersebut. Tingkat kehitaman yang juga disebut sebagai densitas optis dari film
tersebut secara tepat dapat diukur dengan menggunakan densitometer fotolistrik
yang pembacaannya dinyatakan sebagai logaritma intensitas cahaya yang
dipancarkan melalui film tersebut. Densitas optis dari film yang terkena
radiasi secara kualitatif berhubungan dengan besarnya penyinaran radiasi.
Dengan perbandingan densitas optis
dari film yang dikenakan oleh seseorang yang terkena radiasi terhadap densitas
film yang terkena radiasi dengan jumlah yang telah diketahui, maka penyinaran
terhadap film yang dikenakan oleh seseorang tersebut dapat ditentukan.
Karena adanya variasi kecil dalam
emulsi yang mempengaruhi respon kuantitatifnya terhadap radiasi maka dalam hal
ini satu film dalam setiap kelompoknya perlu dikalibrasi.
c. Efek Fotografis pada Film.
Pengaruh radiasi pengion pada film
fotografis adalah sama dengan pengaruh cahaya tampak pada film fotografi. Film
fotografi terdiri dari reaksi kristal
AgBr. Penyerapan energi pada butir-butir AgBr menghasilkan gumpalan-gumpalan
kecil logam perak yang dikatakan sebagai
bayangan laten.
Setelah melalui suatu pencucian
(proses) maka akan tampak adanya perubahan kehitam-hitaman pada film yang
kemudian dinyatakan sebagai perbedaan kerapatan (density). Setelah dilakukan
pembacaan density dengan alat pembacanya, maka hasil pembacaan tersebut diplot
pada grafik standar sehingga bisa ditentukan besarnya dosis yang diterima film.
Pada umumnya sebelum sejumlah film
dikirim kepada pemakai satu atau dua film diambil dipergunakan untuk membuat
grafik dengan cara menyinari film tersebut dan membaca density kemudian
tergambarlah suatu grafik standard. Sering terjadi adanya penyimpangan antara penyinaran dan
pembacaan film yang telah disinari, hal itu disebabkan antara lain:
1. Batas kemampuan terendah untuk mendeteksi suatu
radiasi dosis rendah. Pengukuran menjadi kurang akurat, batas minimum 0,1 Sv (10
mRem) kemungkinan yang diterima lebih rendah dari 0,1 mSv (10 mrem).
2. Kesalahan bacaan
yang berhubungan dengan energi.
Kesalahan dapat
timbul sebesar 10 - 20 % apabila film tidak dipergunakan pada batas jangkauan
energi yang telah ditentukan. Dapat juga terjadi energi radiasi yang tidak
tepat jatuh pada daerah kompensasi pada film, kemungkinan yang mencapai daerah
tersebut hanya hamburannya saja, sehingga kesalahan baca dapat sangat besar.
3.
Kesalahan
yang disebabkan oleh adanya pengukuran bayangan laten antara penyinaran dengan
pencucian (proses). Peningkatan bayangan putih emulsi dari film cepat dapat
sebagai penyebab utama suatu kesalahan . tergantung pada tipe dari emulsi
film (cepat atau lambat) kondisi lingkungan, waktu pemakaian.
4. Kesalahan
pada waktu pengukuran kerapatan.
5. Kesalahan pada waktu pencucian (proses) film.
Pada waktu pembuatan grafis standar dengan
pencucian film keadaan bahan pencuci (developer) sudah berbeda atau bahan sudah
mengalami penggantian. Perbedaan waktu pencucian selama 4 menit dapat
menyebabkan kesalahan sebesar 10 - 25 % perbedaan suhu 1° c, kesalahan mendeteksi 10 %.
6. Kesalahan yang disebabkan oleh kalibrasi.
Kesalahan dapat mencapai kurang lebih 5
%.
7. Kesalahan yang disebabkan oleh temperatur pada
sensitivitas fitografik.
Sensitivitas emulsi film
terhadap sinar-x bertambah secara linear dengan temperatur, kenaikan temperatur
, dengan fluktuasi yang cukup besar pada
pemakaian yang digunakan akan berpengaruh. Umum terjadi pada para pekerja di
alam tropik yang bekerja diluar ruangan pada siang hari, dekat pemanas.
Pengaruh panas pada film
baik sebelum dan sesudah penyinaran dapat mengubah pemutihan (fogging) dan
adanya kehitaman.
d. TLD BADGE (Thermoluminescence Dosimeter)
Beberapa kristal termasuk CaF2
yang menggunakan Mn sebagai pencemar (impuritas) dan LiF, memancarkan
cahaya apabila kristal-kristal tersebut
dipanaskan setelah dikenai radiasi. Kristal-kristal tersebut dinamakan kristal
termoluminesens (kristal pendar panas).
Penyerapan energi radiasi oleh
kristal mengakibatkan timbulnya atom-atom dalam kristal sehingga menghasilkan
elektron-elektron dan lubang-lubang bebas dalam kristal pendar panas.
Elektron-elektron ini ditangkap oleh pemancar dalam kisi-kisi kristalin
sehingga dapat menghalangi timbulnya energi dalam kristal tersebut.
Kristal-kristal yang dipanaskan melepaskan energi yang ditimbulkan sebagai
cahaya. Pengukuran keluaran cahaya bersamaan dengan meningkatnya suhu. Suhu
dimana keluaran cahaya maksimum terjadi merupakan suatu ukuran energi pengikat
elektron pada lobang didalam tangkapan tersebut. Jumlah cahaya yang diukur
sebanding dengan jumlah elektron yang ditangkap atau dengan kata lain sebanding
dengan energi yang diserap dari radiasi pengion.
Jadi intensitas cahaya yang dipancarkan pada saat pemanasan kristal pendar
panas secara langsung sebanding dengan dosis radiasi yang diserap oleh
kristal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar