Selasa, 14 Januari 2014

PRINSIP PROTEKSI RAD

PRINSIP PROTEKSI RADIASI

Kadang muncul pertanyaan di masyarakat, mengapa nilai batas dosis tahunan dibedakan antara dosis untuk pekerja nuklir dan dosis untuk publik.  Ada tiga prinsip dasar dalam proteksi terhadap radiasi untuk melindungi manusia baik itu pekerja nursling maupun publik:
  1. Justifikasi:  Justifikasi menyatakan bahwa TIDAK BOLEH ada paparan radiasi kepada manusia kecuali jika ada alasan yang membenarkannya. Atau Kadang muncul pertanyaan di masyarakat, mengapa nilai batas dosis tahunan dibedakan antara dosis untuk pekerja nuklir dan dosis untuk publik.  Ada tiga prinsip dasar dalam proteksi terhadap radiasi untuk melindungi manusia baik itu pekerja nuklir maupun publik
  2. Optimasi:  Optimasi terkait dengan kegiatan, proses atau metode yang digunakan agar sistem proteksi mereduksi resiko radiasi SEMINIMAL mungkin baik itu terhadap publik maupun pekerja dengan memperhitungkan faktor teknis, ekonomis dan sosial. Terkait dengan prinsip optimasi ini, dalam kegiatan terkait nuklir sering dikenal istilah ALARA atau As Low As Reasonably Achievable. Secara ideal, tidak boleh ada paparan radiasi (lihat prinsip justifikasi di atas), tetapi seandainya mau tidak mau ada paparan radiasi, maka jumlahnya harus seminimal mungkin.
  3. Limitasi: Dari prinsip optimasi, paparan radiasi harus seminimal mungkin. Secara kuantitatif berapa? Nah, ini yang menjadi prinsip yang ketiga. Limitasi menyatakan bahwa dosis efektif terhadap individu harus DIBATASI sesuai dengan ambang dosis yang direkomendasikan, sehingga paparan radiasi yang mengenai manusia tidak memberikan efek apapun baik itu yang bersifat deterministik (seperti rusaknya sel darah merah, gonad) maupun yang bersifat probabilistik (misal resiko timbulnya kanker).
Berdasarkan ketiga prinsip dasar tersebut kemudian ditentukan batas dosis maksimal untuk publik maupun pekerja nuklir. Yang dimaksud pekerja nuklir adalah orang yang jenis pekerjaannya terkait dengan aktivitas nuklir dan selama melakukan pekerjaannya dia berpotensi untuk terpapar radiasi. Dengan demikian pengertian pekerja nuklir tidak hanya orang yang bekerja di PLTN saja, tetapi juga para operator sinar X dan CT-scan di rumah sakit, operator gamma/neutron log di perusahaan minyak, pekerja tambang uranium, pekerja di pabrik pengkayaan, laboran di laboratorium nuklir (termasuk di Teknik Fisika UGM.. :D  )

      Publik, tentu saja adalah orang yang pekerjaannya tidak terkait dengan aktivitas nuklir. Akan tetapi karena ada aktivitas terkait nuklir (PLTN, unit radiologi/kedokteran nuklir di rumah sakit, dsb), bisa saja publik terkena paparan radiasi TAMBAHAN, dan paparan radiasi tambahan tersebut harus ditekan seminimal mungkin. Mengapa saya katakan paparan radiasi TAMBAHAN? Karena kita semua setiap saat terkena paparan radiasi alami. Paparan radiasi tambahan ini diset sangat rendah (yaitu 1 mSv per tahun) sehingga nilainya kira-kira setara dengan besarnya paparan radiasi alami (karena diketahui paparan radiasi alami jelas tidak memberi efek apapun). Sebagai contoh, paparan radiasi alami di Jepang sekitar 2,4 mSv per tahun, di Itali sekitar 4 mSv per tahun dan di Finlandia sekitar 8 mSv per tahun. Berdasarkan laporan UNSCEAR [1], rata-rata paparan radiasi alami di dunia sebesar 2,4 mSv per tahun dengan rentang antara 1 s.d. 13 mSv per tahun.

          Pekerja nuklir karena sifat pekerjaannya tentunya mempunyai potensi untuk mendapatkan paparan radiasi yang lebih tinggi daripada publik yang tidak bekerja dengan nuklir. Oleh karenanya, dijustifikasi dosis maksimal untuk pekerja nuklir boleh lebih tinggi daripada publik. Atau kalau dilihat dari sudut pandang yang berbeda, publik karena tidak bekerja dengan nuklir dijustifikasi untuk tidak mendapatkan dosis yang lebih tinggi daripada pekerja nuklir. Nah, selanjutnya berdasarkan prinsip optimasi dan limitasi, ditetapkan bahwa batas maksimum untuk publik sebesar 1 mSv per tahun dan untuk pekerja nuklir sebesar 50 mSv per tahun. . Nilai ini masih jauh di bawah batas terjadinya efek deterministik yang dapat diamati, yaitu sebesar 500 mSv. Adanya batas maksimal untuk publik yang sangat rendah ini membuat PLTN didesain dengan berbagai lapis pertahanan agar radiasi tingkat tinggi tidak keluar dari PLTN. Target untuk operasi normal PLTN adalah 0,05 mSv per tahun di sekitar lokasi PLTN.

              Mudah-mudahan bisa menjawab rasa penasaran mengenai mengapa ada dua standar dosis maksimum yang berbeda. Bukan berarti pekerja di PLTN lebih tahan terhadap radiasi daripada masyarakat umum, tapi terutama karena adanya prinsip justifikasi.

                  Ada dua hal lagi yang ingin saya tekankan:

                      Batas maksimum untuk pekerja nuklir adalah 50 mSv per tahun, akan tetapi dalam kenyataannya nilai ini jarang (atau tidak pernah?) tercapai, selalu lebih rendah dari itu. Pemberian batas sebesar 50 mSv per tahun tentunya bertujuan untuk melindungi para pekerja. Rata-rata dosis radiasi yang diterima oleh pekerja PLTN di Amerika Serikat pada tahun 2009 adalah sebesar 0,18 mSv [2].
                        Batas maksimum untuk publik adalah 1 mSv per tahun. Nilai ini jauh lebih rendah daripada batas dosis minimum yang dapat minimbulkan efek bagi kesehatan. Nilai batas untuk publik ini memang dibuat sangat rendah dengan tujuan semata-mata untuk melindungi publik. Akan tetapi sering kali nilai rendah ini disalahtafsirkan. Sering kali orang berpendapat jika nilai batas maksimum sebesar 1 mSv per tahun ini dilewati, jelas langsung akan membahayakan kesehatan. Kenyataannya tidak demikian. Toh kalaupun naiknya sampai 50 kali alias sebesar 50 mSv per tahun (sama seperti batas untuk pekerja nuklir) atau 100 kali, masih tidak ada efek apapun, karena nilai batas untuk publik memang sangat kecil.
                          Terkait dengan kecelakaan Fukushima tahun lalu, tampaknya para ahli mulai memperdebatkan kembali efek dosis radiasi tingkat rendah. Apakah memang ada efek radiation hormesis atau radiation homeostatis? Juga mengenai justifikasi apakah pendekatan ALARA (As Low As Reasonably Achievable) masih relevan, ataukah perlu diganti dengan AHARS (As High As Relatively Safe). Tapi itu tampaknya untuk tulisan lain kali saja ya…

                              Update 21-3-2012:

                                  1. Dalam terminologi resmi yang digunakan di Indonesia, pekerja nuklir (nuclear worker) yang saya sebutkan di atas disebut dengan pekerja radiasi.
                                    Menurut rekomendasi ICRP tahun 2007 [3], nilai batas dosis untuk pekerja ditentukan sebagai berikut:
                                      dosis efektif rata-rata sebesar 20 mSv per tahun dalam rentang 5 tahun, dengan syarat tambahan tidak boleh lebih dari 50 mSv dalam sembarang tahun.
                                        dosis ekivalen terhadap lensa mata sebesar 150 mSv/tahun.
                                          dosis ekivalen terhadap kulit sebesar 500 mSv/tahun.
                                            dosis ekivalen terhadap tangan dan kaki sebesar 500 mSv/tahun.
                                              Nilai batas dosis untuk umum ditentukan sebagai berikut:
                                                dosis efektif rata-rata sebesar 1 mSv per tahun (dengan pengecualian tertentu, nilai dosis efektif yang lebih besar dapat diizinkan dalam satu tahun asalkan nilai rata-rata dalam 5 tahun tidak melebihi 1 mSv per tahun).
                                                  dosis ekivaln terhadap lensa mata sebesar 15 mSv/tahun.
                                                    dosis ekivalen terhadap kulit sebesar 50 mSv/tahun.
                                                      BAPETEN saat ini sedang menggodok rekomendasi ICRP tersebut dan diperkirakan dalam tahun 2012 ini akan mengeluarkan peraturan baru. Nilai batas dosis yang saat ini masih berlaku adalah sebesar 50 mSv per tahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv per tahun untuk umum [4]. Meskipun demikian untuk bidang-bidang tertentu seperti oil well logging dan fasilitas sinar X sudah menggunakan batas 20 mSv per tahun [5, 6].
                                                        Sumber:

                                                            [1]  UNSCEAR 2008 Report: “Sources and effects of ionizing radiation Annex B

                                                                [2]  Occupational Radiation Exposure at Commercial Nuclear Power Reactors and Other Facilities 2009: Forty-Second Annual Report (NUREG-0713, Volume 31)

                                                                    [3] ICRP, “Recommendations of the International Commission on Radiological Protection”, ICRP Publication 103: Ann. ICRP , 37 (2-4), 2007.

                                                                        [4] Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi.

                                                                            [5] Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 5 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Zat Radioaktif Untuk Well Logging

                                                                                [6] Peraturan Kepala BAPETEN Nomor  8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional

                                                                                   kata yang lebih mudah dicerna, “manfaat radiasi nuklir harus lebih besar daripada mudharat yang ditimbulkannya”.
                                                                                  Optimasi:  Optimasi terkait dengan kegiatan, proses atau metode yang digunakan agar sistem proteksi mereduksi resiko radiasi SEMINIMAL mungkin baik itu terhadap publik maupun pekerja dengan memperhitungkan faktor teknis, ekonomis dan sosial. Terkait dengan prinsip optimasi ini, dalam kegiatan terkait nuklir sering dikenal istilah ALARA atau As Low As Reasonably Achievable. Secara ideal, tidak boleh ada paparan radiasi (lihat prinsip justifikasi di atas), tetapi seandainya mau tidak mau ada paparan radiasi, maka jumlahnya harus seminimal mungkin.
                                                                                  Limitasi: Dari prinsip optimasi, paparan radiasi harus seminimal mungkin. Secara kuantitatif berapa? Nah, ini yang menjadi prinsip yang ketiga. Limitasi menyatakan bahwa dosis efektif terhadap individu harus DIBATASI sesuai dengan ambang dosis yang direkomendasikan, sehingga paparan radiasi yang mengenai manusia tidak memberikan efek apapun baik itu yang bersifat deterministik (seperti rusaknya sel darah merah, gonad) maupun yang bersifat probabilistik (misal resiko timbulnya kanker).
                                                                                  Berdasarkan ketiga prinsip dasar tersebut kemudian ditentukan batas dosis maksimal untuk publik maupun pekerja nuklir. Yang dimaksud pekerja nuklir adalah orang yang jenis pekerjaannya terkait dengan aktivitas nuklir dan selama melakukan pekerjaannya dia berpotensi untuk terpapar radiasi. Dengan demikian pengertian pekerja nuklir tidak hanya orang yang bekerja di PLTN saja, tetapi juga para operator sinar X dan CT-scan di rumah sakit, operator gamma/neutron log di perusahaan minyak, pekerja tambang uranium, pekerja di pabrik pengkayaan, laboran di laboratorium nuklir (termasuk di Teknik Fisika UGM.. :D  )
                                                                                  Publik, tentu saja adalah orang yang pekerjaannya tidak terkait dengan aktivitas nuklir. Akan tetapi karena ada aktivitas terkait nuklir (PLTN, unit radiologi/kedokteran nuklir di rumah sakit, dsb), bisa saja publik terkena paparan radiasi TAMBAHAN, dan paparan radiasi tambahan tersebut harus ditekan seminimal mungkin. Mengapa saya katakan paparan radiasi TAMBAHAN? Karena kita semua setiap saat terkena paparan radiasi alami. Paparan radiasi tambahan ini diset sangat rendah (yaitu 1 mSv per tahun) sehingga nilainya kira-kira setara dengan besarnya paparan radiasi alami (karena diketahui paparan radiasi alami jelas tidak memberi efek apapun). Sebagai contoh, paparan radiasi alami di Jepang sekitar 2,4 mSv per tahun, di Itali sekitar 4 mSv per tahun dan di Finlandia sekitar 8 mSv per tahun. Berdasarkan laporan UNSCEAR [1], rata-rata paparan radiasi alami di dunia sebesar 2,4 mSv per tahun dengan rentang antara 1 s.d. 13 mSv per tahun.
                                                                                  Pekerja nuklir karena sifat pekerjaannya tentunya mempunyai potensi untuk mendapatkan paparan radiasi yang lebih tinggi daripada publik yang tidak bekerja dengan nuklir. Oleh karenanya, dijustifikasi dosis maksimal untuk pekerja nuklir boleh lebih tinggi daripada publik. Atau kalau dilihat dari sudut pandang yang berbeda, publik karena tidak bekerja dengan nuklir dijustifikasi untuk tidak mendapatkan dosis yang lebih tinggi daripada pekerja nuklir. Nah, selanjutnya berdasarkan prinsip optimasi dan limitasi, ditetapkan bahwa batas maksimum untuk publik sebesar 1 mSv per tahun dan untuk pekerja nuklir sebesar 50 mSv per tahun. . Nilai ini masih jauh di bawah batas terjadinya efek deterministik yang dapat diamati, yaitu sebesar 500 mSv. Adanya batas maksimal untuk publik yang sangat rendah ini membuat PLTN didesain dengan berbagai lapis pertahanan agar radiasi tingkat tinggi tidak keluar dari PLTN. Target untuk operasi normal PLTN adalah 0,05 mSv per tahun di sekitar lokasi PLTN.
                                                                                  Mudah-mudahan bisa menjawab rasa penasaran mengenai mengapa ada dua standar dosis maksimum yang berbeda. Bukan berarti pekerja di PLTN lebih tahan terhadap radiasi daripada masyarakat umum, tapi terutama karena adanya prinsip justifikasi.
                                                                                  Ada dua hal lagi yang ingin saya tekankan:
                                                                                  Batas maksimum untuk pekerja nuklir adalah 50 mSv per tahun, akan tetapi dalam kenyataannya nilai ini jarang (atau tidak pernah?) tercapai, selalu lebih rendah dari itu. Pemberian batas sebesar 50 mSv per tahun tentunya bertujuan untuk melindungi para pekerja. Rata-rata dosis radiasi yang diterima oleh pekerja PLTN di Amerika Serikat pada tahun 2009 adalah sebesar 0,18 mSv [2].
                                                                                  Batas maksimum untuk publik adalah 1 mSv per tahun. Nilai ini jauh lebih rendah daripada batas dosis minimum yang dapat minimbulkan efek bagi kesehatan. Nilai batas untuk publik ini memang dibuat sangat rendah dengan tujuan semata-mata untuk melindungi publik. Akan tetapi sering kali nilai rendah ini disalahtafsirkan. Sering kali orang berpendapat jika nilai batas maksimum sebesar 1 mSv per tahun ini dilewati, jelas langsung akan membahayakan kesehatan. Kenyataannya tidak demikian. Toh kalaupun naiknya sampai 50 kali alias sebesar 50 mSv per tahun (sama seperti batas untuk pekerja nuklir) atau 100 kali, masih tidak ada efek apapun, karena nilai batas untuk publik memang sangat kecil.
                                                                                  Terkait dengan kecelakaan Fukushima tahun lalu, tampaknya para ahli mulai memperdebatkan kembali efek dosis radiasi tingkat rendah. Apakah memang ada efek radiation hormesis atau radiation homeostatis? Juga mengenai justifikasi apakah pendekatan ALARA (As Low As Reasonably Achievable) masih relevan, ataukah perlu diganti dengan AHARS (As High As Relatively Safe). Tapi itu tampaknya untuk tulisan lain kali saja ya…
                                                                                  Update 21-3-2012:
                                                                                  1. Dalam terminologi resmi yang digunakan di Indonesia, pekerja nuklir (nuclear worker) yang saya sebutkan di atas disebut dengan pekerja radiasi.
                                                                                  Menurut rekomendasi ICRP tahun 2007 [3], nilai batas dosis untuk pekerja ditentukan sebagai berikut:dosis efektif rata-rata sebesar 20 mSv per tahun dalam rentang 5 tahun, dengan syarat tambahan tidak boleh lebih dari 50 mSv dalam sembarang tahun.
                                                                                  dosis ekivalen terhadap lensa mata sebesar 150 mSv/tahun.
                                                                                  dosis ekivalen terhadap kulit sebesar 500 mSv/tahun.
                                                                                  dosis ekivalen terhadap tangan dan kaki sebesar 500 mSv/tahun.
                                                                                  Nilai batas dosis untuk umum ditentukan sebagai berikut:dosis efektif rata-rata sebesar 1 mSv per tahun (dengan pengecualian tertentu, nilai dosis efektif yang lebih besar dapat diizinkan dalam satu tahun asalkan nilai rata-rata dalam 5 tahun tidak melebihi 1 mSv per tahun).
                                                                                  dosis ekivaln terhadap lensa mata sebesar 15 mSv/tahun.
                                                                                  dosis ekivalen terhadap kulit sebesar 50 mSv/tahun.
                                                                                  BAPETEN saat ini sedang menggodok rekomendasi ICRP tersebut dan diperkirakan dalam tahun 2012 ini akan mengeluarkan peraturan baru. Nilai batas dosis yang saat ini masih berlaku adalah sebesar 50 mSv per tahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv per tahun untuk umum [4]. Meskipun demikian untuk bidang-bidang tertentu seperti oil well logging dan fasilitas sinar X sudah menggunakan batas 20 mSv per tahun [5, 6].

                                                                                  Sumber:

                                                                                  [3] ICRP, “Recommendations of the International Commission on Radiological Protection”, ICRP Publication 103: Ann. ICRP , 37 (2-4), 2007.

                                                                                  Tidak ada komentar:

                                                                                  Posting Komentar