Selasa, 14 Januari 2014

PRINSIP PROTEKSI RAD

PRINSIP PROTEKSI RADIASI

Kadang muncul pertanyaan di masyarakat, mengapa nilai batas dosis tahunan dibedakan antara dosis untuk pekerja nuklir dan dosis untuk publik.  Ada tiga prinsip dasar dalam proteksi terhadap radiasi untuk melindungi manusia baik itu pekerja nursling maupun publik:
  1. Justifikasi:  Justifikasi menyatakan bahwa TIDAK BOLEH ada paparan radiasi kepada manusia kecuali jika ada alasan yang membenarkannya. Atau Kadang muncul pertanyaan di masyarakat, mengapa nilai batas dosis tahunan dibedakan antara dosis untuk pekerja nuklir dan dosis untuk publik.  Ada tiga prinsip dasar dalam proteksi terhadap radiasi untuk melindungi manusia baik itu pekerja nuklir maupun publik
  2. Optimasi:  Optimasi terkait dengan kegiatan, proses atau metode yang digunakan agar sistem proteksi mereduksi resiko radiasi SEMINIMAL mungkin baik itu terhadap publik maupun pekerja dengan memperhitungkan faktor teknis, ekonomis dan sosial. Terkait dengan prinsip optimasi ini, dalam kegiatan terkait nuklir sering dikenal istilah ALARA atau As Low As Reasonably Achievable. Secara ideal, tidak boleh ada paparan radiasi (lihat prinsip justifikasi di atas), tetapi seandainya mau tidak mau ada paparan radiasi, maka jumlahnya harus seminimal mungkin.
  3. Limitasi: Dari prinsip optimasi, paparan radiasi harus seminimal mungkin. Secara kuantitatif berapa? Nah, ini yang menjadi prinsip yang ketiga. Limitasi menyatakan bahwa dosis efektif terhadap individu harus DIBATASI sesuai dengan ambang dosis yang direkomendasikan, sehingga paparan radiasi yang mengenai manusia tidak memberikan efek apapun baik itu yang bersifat deterministik (seperti rusaknya sel darah merah, gonad) maupun yang bersifat probabilistik (misal resiko timbulnya kanker).
Berdasarkan ketiga prinsip dasar tersebut kemudian ditentukan batas dosis maksimal untuk publik maupun pekerja nuklir. Yang dimaksud pekerja nuklir adalah orang yang jenis pekerjaannya terkait dengan aktivitas nuklir dan selama melakukan pekerjaannya dia berpotensi untuk terpapar radiasi. Dengan demikian pengertian pekerja nuklir tidak hanya orang yang bekerja di PLTN saja, tetapi juga para operator sinar X dan CT-scan di rumah sakit, operator gamma/neutron log di perusahaan minyak, pekerja tambang uranium, pekerja di pabrik pengkayaan, laboran di laboratorium nuklir (termasuk di Teknik Fisika UGM.. :D  )

      Publik, tentu saja adalah orang yang pekerjaannya tidak terkait dengan aktivitas nuklir. Akan tetapi karena ada aktivitas terkait nuklir (PLTN, unit radiologi/kedokteran nuklir di rumah sakit, dsb), bisa saja publik terkena paparan radiasi TAMBAHAN, dan paparan radiasi tambahan tersebut harus ditekan seminimal mungkin. Mengapa saya katakan paparan radiasi TAMBAHAN? Karena kita semua setiap saat terkena paparan radiasi alami. Paparan radiasi tambahan ini diset sangat rendah (yaitu 1 mSv per tahun) sehingga nilainya kira-kira setara dengan besarnya paparan radiasi alami (karena diketahui paparan radiasi alami jelas tidak memberi efek apapun). Sebagai contoh, paparan radiasi alami di Jepang sekitar 2,4 mSv per tahun, di Itali sekitar 4 mSv per tahun dan di Finlandia sekitar 8 mSv per tahun. Berdasarkan laporan UNSCEAR [1], rata-rata paparan radiasi alami di dunia sebesar 2,4 mSv per tahun dengan rentang antara 1 s.d. 13 mSv per tahun.

          Pekerja nuklir karena sifat pekerjaannya tentunya mempunyai potensi untuk mendapatkan paparan radiasi yang lebih tinggi daripada publik yang tidak bekerja dengan nuklir. Oleh karenanya, dijustifikasi dosis maksimal untuk pekerja nuklir boleh lebih tinggi daripada publik. Atau kalau dilihat dari sudut pandang yang berbeda, publik karena tidak bekerja dengan nuklir dijustifikasi untuk tidak mendapatkan dosis yang lebih tinggi daripada pekerja nuklir. Nah, selanjutnya berdasarkan prinsip optimasi dan limitasi, ditetapkan bahwa batas maksimum untuk publik sebesar 1 mSv per tahun dan untuk pekerja nuklir sebesar 50 mSv per tahun. . Nilai ini masih jauh di bawah batas terjadinya efek deterministik yang dapat diamati, yaitu sebesar 500 mSv. Adanya batas maksimal untuk publik yang sangat rendah ini membuat PLTN didesain dengan berbagai lapis pertahanan agar radiasi tingkat tinggi tidak keluar dari PLTN. Target untuk operasi normal PLTN adalah 0,05 mSv per tahun di sekitar lokasi PLTN.

              Mudah-mudahan bisa menjawab rasa penasaran mengenai mengapa ada dua standar dosis maksimum yang berbeda. Bukan berarti pekerja di PLTN lebih tahan terhadap radiasi daripada masyarakat umum, tapi terutama karena adanya prinsip justifikasi.

                  Ada dua hal lagi yang ingin saya tekankan:

                      Batas maksimum untuk pekerja nuklir adalah 50 mSv per tahun, akan tetapi dalam kenyataannya nilai ini jarang (atau tidak pernah?) tercapai, selalu lebih rendah dari itu. Pemberian batas sebesar 50 mSv per tahun tentunya bertujuan untuk melindungi para pekerja. Rata-rata dosis radiasi yang diterima oleh pekerja PLTN di Amerika Serikat pada tahun 2009 adalah sebesar 0,18 mSv [2].
                        Batas maksimum untuk publik adalah 1 mSv per tahun. Nilai ini jauh lebih rendah daripada batas dosis minimum yang dapat minimbulkan efek bagi kesehatan. Nilai batas untuk publik ini memang dibuat sangat rendah dengan tujuan semata-mata untuk melindungi publik. Akan tetapi sering kali nilai rendah ini disalahtafsirkan. Sering kali orang berpendapat jika nilai batas maksimum sebesar 1 mSv per tahun ini dilewati, jelas langsung akan membahayakan kesehatan. Kenyataannya tidak demikian. Toh kalaupun naiknya sampai 50 kali alias sebesar 50 mSv per tahun (sama seperti batas untuk pekerja nuklir) atau 100 kali, masih tidak ada efek apapun, karena nilai batas untuk publik memang sangat kecil.
                          Terkait dengan kecelakaan Fukushima tahun lalu, tampaknya para ahli mulai memperdebatkan kembali efek dosis radiasi tingkat rendah. Apakah memang ada efek radiation hormesis atau radiation homeostatis? Juga mengenai justifikasi apakah pendekatan ALARA (As Low As Reasonably Achievable) masih relevan, ataukah perlu diganti dengan AHARS (As High As Relatively Safe). Tapi itu tampaknya untuk tulisan lain kali saja ya…

                              Update 21-3-2012:

                                  1. Dalam terminologi resmi yang digunakan di Indonesia, pekerja nuklir (nuclear worker) yang saya sebutkan di atas disebut dengan pekerja radiasi.
                                    Menurut rekomendasi ICRP tahun 2007 [3], nilai batas dosis untuk pekerja ditentukan sebagai berikut:
                                      dosis efektif rata-rata sebesar 20 mSv per tahun dalam rentang 5 tahun, dengan syarat tambahan tidak boleh lebih dari 50 mSv dalam sembarang tahun.
                                        dosis ekivalen terhadap lensa mata sebesar 150 mSv/tahun.
                                          dosis ekivalen terhadap kulit sebesar 500 mSv/tahun.
                                            dosis ekivalen terhadap tangan dan kaki sebesar 500 mSv/tahun.
                                              Nilai batas dosis untuk umum ditentukan sebagai berikut:
                                                dosis efektif rata-rata sebesar 1 mSv per tahun (dengan pengecualian tertentu, nilai dosis efektif yang lebih besar dapat diizinkan dalam satu tahun asalkan nilai rata-rata dalam 5 tahun tidak melebihi 1 mSv per tahun).
                                                  dosis ekivaln terhadap lensa mata sebesar 15 mSv/tahun.
                                                    dosis ekivalen terhadap kulit sebesar 50 mSv/tahun.
                                                      BAPETEN saat ini sedang menggodok rekomendasi ICRP tersebut dan diperkirakan dalam tahun 2012 ini akan mengeluarkan peraturan baru. Nilai batas dosis yang saat ini masih berlaku adalah sebesar 50 mSv per tahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv per tahun untuk umum [4]. Meskipun demikian untuk bidang-bidang tertentu seperti oil well logging dan fasilitas sinar X sudah menggunakan batas 20 mSv per tahun [5, 6].
                                                        Sumber:

                                                            [1]  UNSCEAR 2008 Report: “Sources and effects of ionizing radiation Annex B

                                                                [2]  Occupational Radiation Exposure at Commercial Nuclear Power Reactors and Other Facilities 2009: Forty-Second Annual Report (NUREG-0713, Volume 31)

                                                                    [3] ICRP, “Recommendations of the International Commission on Radiological Protection”, ICRP Publication 103: Ann. ICRP , 37 (2-4), 2007.

                                                                        [4] Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi.

                                                                            [5] Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 5 Tahun 2009 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Zat Radioaktif Untuk Well Logging

                                                                                [6] Peraturan Kepala BAPETEN Nomor  8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional

                                                                                   kata yang lebih mudah dicerna, “manfaat radiasi nuklir harus lebih besar daripada mudharat yang ditimbulkannya”.
                                                                                  Optimasi:  Optimasi terkait dengan kegiatan, proses atau metode yang digunakan agar sistem proteksi mereduksi resiko radiasi SEMINIMAL mungkin baik itu terhadap publik maupun pekerja dengan memperhitungkan faktor teknis, ekonomis dan sosial. Terkait dengan prinsip optimasi ini, dalam kegiatan terkait nuklir sering dikenal istilah ALARA atau As Low As Reasonably Achievable. Secara ideal, tidak boleh ada paparan radiasi (lihat prinsip justifikasi di atas), tetapi seandainya mau tidak mau ada paparan radiasi, maka jumlahnya harus seminimal mungkin.
                                                                                  Limitasi: Dari prinsip optimasi, paparan radiasi harus seminimal mungkin. Secara kuantitatif berapa? Nah, ini yang menjadi prinsip yang ketiga. Limitasi menyatakan bahwa dosis efektif terhadap individu harus DIBATASI sesuai dengan ambang dosis yang direkomendasikan, sehingga paparan radiasi yang mengenai manusia tidak memberikan efek apapun baik itu yang bersifat deterministik (seperti rusaknya sel darah merah, gonad) maupun yang bersifat probabilistik (misal resiko timbulnya kanker).
                                                                                  Berdasarkan ketiga prinsip dasar tersebut kemudian ditentukan batas dosis maksimal untuk publik maupun pekerja nuklir. Yang dimaksud pekerja nuklir adalah orang yang jenis pekerjaannya terkait dengan aktivitas nuklir dan selama melakukan pekerjaannya dia berpotensi untuk terpapar radiasi. Dengan demikian pengertian pekerja nuklir tidak hanya orang yang bekerja di PLTN saja, tetapi juga para operator sinar X dan CT-scan di rumah sakit, operator gamma/neutron log di perusahaan minyak, pekerja tambang uranium, pekerja di pabrik pengkayaan, laboran di laboratorium nuklir (termasuk di Teknik Fisika UGM.. :D  )
                                                                                  Publik, tentu saja adalah orang yang pekerjaannya tidak terkait dengan aktivitas nuklir. Akan tetapi karena ada aktivitas terkait nuklir (PLTN, unit radiologi/kedokteran nuklir di rumah sakit, dsb), bisa saja publik terkena paparan radiasi TAMBAHAN, dan paparan radiasi tambahan tersebut harus ditekan seminimal mungkin. Mengapa saya katakan paparan radiasi TAMBAHAN? Karena kita semua setiap saat terkena paparan radiasi alami. Paparan radiasi tambahan ini diset sangat rendah (yaitu 1 mSv per tahun) sehingga nilainya kira-kira setara dengan besarnya paparan radiasi alami (karena diketahui paparan radiasi alami jelas tidak memberi efek apapun). Sebagai contoh, paparan radiasi alami di Jepang sekitar 2,4 mSv per tahun, di Itali sekitar 4 mSv per tahun dan di Finlandia sekitar 8 mSv per tahun. Berdasarkan laporan UNSCEAR [1], rata-rata paparan radiasi alami di dunia sebesar 2,4 mSv per tahun dengan rentang antara 1 s.d. 13 mSv per tahun.
                                                                                  Pekerja nuklir karena sifat pekerjaannya tentunya mempunyai potensi untuk mendapatkan paparan radiasi yang lebih tinggi daripada publik yang tidak bekerja dengan nuklir. Oleh karenanya, dijustifikasi dosis maksimal untuk pekerja nuklir boleh lebih tinggi daripada publik. Atau kalau dilihat dari sudut pandang yang berbeda, publik karena tidak bekerja dengan nuklir dijustifikasi untuk tidak mendapatkan dosis yang lebih tinggi daripada pekerja nuklir. Nah, selanjutnya berdasarkan prinsip optimasi dan limitasi, ditetapkan bahwa batas maksimum untuk publik sebesar 1 mSv per tahun dan untuk pekerja nuklir sebesar 50 mSv per tahun. . Nilai ini masih jauh di bawah batas terjadinya efek deterministik yang dapat diamati, yaitu sebesar 500 mSv. Adanya batas maksimal untuk publik yang sangat rendah ini membuat PLTN didesain dengan berbagai lapis pertahanan agar radiasi tingkat tinggi tidak keluar dari PLTN. Target untuk operasi normal PLTN adalah 0,05 mSv per tahun di sekitar lokasi PLTN.
                                                                                  Mudah-mudahan bisa menjawab rasa penasaran mengenai mengapa ada dua standar dosis maksimum yang berbeda. Bukan berarti pekerja di PLTN lebih tahan terhadap radiasi daripada masyarakat umum, tapi terutama karena adanya prinsip justifikasi.
                                                                                  Ada dua hal lagi yang ingin saya tekankan:
                                                                                  Batas maksimum untuk pekerja nuklir adalah 50 mSv per tahun, akan tetapi dalam kenyataannya nilai ini jarang (atau tidak pernah?) tercapai, selalu lebih rendah dari itu. Pemberian batas sebesar 50 mSv per tahun tentunya bertujuan untuk melindungi para pekerja. Rata-rata dosis radiasi yang diterima oleh pekerja PLTN di Amerika Serikat pada tahun 2009 adalah sebesar 0,18 mSv [2].
                                                                                  Batas maksimum untuk publik adalah 1 mSv per tahun. Nilai ini jauh lebih rendah daripada batas dosis minimum yang dapat minimbulkan efek bagi kesehatan. Nilai batas untuk publik ini memang dibuat sangat rendah dengan tujuan semata-mata untuk melindungi publik. Akan tetapi sering kali nilai rendah ini disalahtafsirkan. Sering kali orang berpendapat jika nilai batas maksimum sebesar 1 mSv per tahun ini dilewati, jelas langsung akan membahayakan kesehatan. Kenyataannya tidak demikian. Toh kalaupun naiknya sampai 50 kali alias sebesar 50 mSv per tahun (sama seperti batas untuk pekerja nuklir) atau 100 kali, masih tidak ada efek apapun, karena nilai batas untuk publik memang sangat kecil.
                                                                                  Terkait dengan kecelakaan Fukushima tahun lalu, tampaknya para ahli mulai memperdebatkan kembali efek dosis radiasi tingkat rendah. Apakah memang ada efek radiation hormesis atau radiation homeostatis? Juga mengenai justifikasi apakah pendekatan ALARA (As Low As Reasonably Achievable) masih relevan, ataukah perlu diganti dengan AHARS (As High As Relatively Safe). Tapi itu tampaknya untuk tulisan lain kali saja ya…
                                                                                  Update 21-3-2012:
                                                                                  1. Dalam terminologi resmi yang digunakan di Indonesia, pekerja nuklir (nuclear worker) yang saya sebutkan di atas disebut dengan pekerja radiasi.
                                                                                  Menurut rekomendasi ICRP tahun 2007 [3], nilai batas dosis untuk pekerja ditentukan sebagai berikut:dosis efektif rata-rata sebesar 20 mSv per tahun dalam rentang 5 tahun, dengan syarat tambahan tidak boleh lebih dari 50 mSv dalam sembarang tahun.
                                                                                  dosis ekivalen terhadap lensa mata sebesar 150 mSv/tahun.
                                                                                  dosis ekivalen terhadap kulit sebesar 500 mSv/tahun.
                                                                                  dosis ekivalen terhadap tangan dan kaki sebesar 500 mSv/tahun.
                                                                                  Nilai batas dosis untuk umum ditentukan sebagai berikut:dosis efektif rata-rata sebesar 1 mSv per tahun (dengan pengecualian tertentu, nilai dosis efektif yang lebih besar dapat diizinkan dalam satu tahun asalkan nilai rata-rata dalam 5 tahun tidak melebihi 1 mSv per tahun).
                                                                                  dosis ekivaln terhadap lensa mata sebesar 15 mSv/tahun.
                                                                                  dosis ekivalen terhadap kulit sebesar 50 mSv/tahun.
                                                                                  BAPETEN saat ini sedang menggodok rekomendasi ICRP tersebut dan diperkirakan dalam tahun 2012 ini akan mengeluarkan peraturan baru. Nilai batas dosis yang saat ini masih berlaku adalah sebesar 50 mSv per tahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv per tahun untuk umum [4]. Meskipun demikian untuk bidang-bidang tertentu seperti oil well logging dan fasilitas sinar X sudah menggunakan batas 20 mSv per tahun [5, 6].

                                                                                  Sumber:

                                                                                  [3] ICRP, “Recommendations of the International Commission on Radiological Protection”, ICRP Publication 103: Ann. ICRP , 37 (2-4), 2007.

                                                                                  PARAMETER CT

                                                                                  a.      Parameter CT Scan
                                                                                              Ada beberapa parameter yang mempengaruhi output citra CT Scan anatara lain :
                                                                                  1 1.     Slice Thickness
                                                                                              Slice thickness adalah tebalnya irisan atau potongan obyek yang diperiksa yang mengindikasikan berapa banyaknya organ yang diperiksa per eksposi (Bontrager, 2001)
                                                                                  2  2.   Range
                                                                                              Range atau rentang adalah perpaduan atau kombinasi dari beberapa slice thickness. Penggunaan range untuk mendapatkan ketebalan irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.
                                                                                  3      Faktor Eksposi
                                                                                              Faktor eksposi adalah faktor yang berpengaruh eksposi, meliputi : tegangan tabung kilo voltage (kV), arus tabung milli ampere (mA), dan waktu second (s). besarnya tegangan dapat dipilih secara otomatis pada tiap - tiap pemeriksaan.
                                                                                  43.      Field Of View
                                                                                  Field of view adalah diameter maksimal dan gambaran yang akan direkonstruksi. Jika FOV diperbesar, dengan ukuran matriks yang tetap maka ukuran pixel akan mengalami pembesaran yang proporsional.
                                                                                  54.      Rekonstruksi Matriks
                                                                                  Satu buah kotak atau 1 sel informasi dinamakan picture element (pixel) yang   mengandung nilai CT number atau Hounsfield Unit (HU) sebagai perwakilan dari volume jaringan yang digambarkan dalam 2 dimensi. Rekonstruksi matriks ini berpengaruh  terhadap resolusi gambar yang akan dihasilkan. Semakin tinggi matriks yang dipakai, maka semakin tinggi resolusi yang akan dihasilkan (Seeram, 2001).
                                                                                  65.      Rekonstruksi Algorithma
                                                                                  Rekonstruksi algorithma adalah prosedur matematis (algorithma) yang   digunakan dalam merekonstruksi gambar. Hasil dan karakteristik dari gambar CT scan tergantung pada kuatnya algorithma yang dipilih. Sebagian besar CT scan sudah memiliki standar algorithma tertentu untuk pemeriksaan kepala, abdomen dan Iain-lain. Semakin tinggi resolusi algorithma yang dipilih maka semakin tinggi pula resolusi gambar yang akan dihasilkan. Dengan adanya metode ini maka gambaran seperti tulang, soft tissue dan jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar monitor.
                                                                                  76.      Windowing
                                                                                  CT image dapat digambarkan pada layar monitor sebagai suatu bentuk yang dapat dikenali yaitu gray scale image. Proses ini didapat melalui konversi tiap digital CT number pada matrik yang sebanding dengan energi yang digunakan. Nilai kecerahan dari gambar gray scale, sesuai dengan pixel dan CT number pada data digital yang mewakilinya. Dikarenakan di dalam data CT image adalah merupakan data asli, manipulasi gambar dilakukan untuk menampilkan gambar tambahan, dimana proses tersebut disebut dengan windowing atau gray level mapping.
                                                                                  87.      Window Width
                                                                                  Window width adalah suatu rentang nilai CT number yang digunakan untuk memberikan nuansa keabu-abuan pada layar. Pada dasarnya window width adalah suatu nilai tingkat warna keabu abuan (grey) yang ditampakkan pada gambar. Window width yang sempit, berarti bahwa memberikan lebih sedikit nuansa keabu-abuan yang akan menghasilkan kontras gambar yang tinggi.
                                                                                  98.      Window Level
                                                                                  Window Level adalah nilai tengah dari window yang digunakan untuk penampilan gambar. Nilainya dapat dipilih dan tergantung pada karakteristik perlemahan dari strutur obyek yang diperiksa. Window Level menentukan densitas (derajat kehitaman) gambar yang dihasilkan


                                                                                  DESIGN RUANG RADIOLOGI







                                                                                  CR.

                                                                                  Computer Radiologi

                                                                                  Computed radiography
                                                                                  adalah proses merubah system analog pada konvensional radiografi menjadi digital radiografi ( Bambang Supriyono 2003:1). Pada sistem Computed Radiography data analog dikonversi ke dalam data digital pada saat tahap pembangkitan energi yang terperangkap di dalam Imaging Plate dengan menggunaklan laser, selanjutnya data digital berupa sinyal-sinyal ditangkap oleh Photo Multiplier Tube (PMT ) kemudian cahaya tersebut digandakan dan diperkuat intensitasnya setelah itu di ubah menjadi sinyal elektrik yang akan di konversi kedalam data digital oleh Analog Digital Converter (ADC).
                                                                                   
                                                                                  Pada penggunaan radiografi konvensional digunakan penggabung antara film radiografi dan screen, akan tetapi pada Komputer radiografi menggunakan imaging plate. Walaupun imaging plate secara fisik terlihat sama dengan screen konvensional tetapi memiliki fungsi yang sangat jauh berbeda, karena pada imaging plate berfungsi untuk menyimpan enersi sinar x kedalam photo stimulable phosphor dan menyampaikan informasi gambar itu ke dalam bentuk data digital.
                                                                                   
                                                                                  Komponen-komponen yang terdapat pada Computed Radiography antara lain :
                                                                                   
                                                                                  Kaset
                                                                                  Kaset pada Computed Radiography terbuat dari carbon fiber dan bagian belakang terbuat dari almunium, kaset ini berfungsi sebagaii pelindung dari Imaging Plate.
                                                                                   
                                                                                  Imaging Plate
                                                                                  merupakan komponen utama pada sistem CR yang berfungsi menyimpan energi sinar x, imaging plate terbuat dari bahan Photostimulabel phosphor. Dengan menggunakan Imaging Plate memungkinkan proses gambar pada sistem komputer radiografi untuk melakukan berbagai modifikasi.
                                                                                   
                                                                                  Proses yang terjadi pada Imaging Plate di mulai pada saat terkena penyinaran sinar-x , Imaging Plate akan menangkap energi dari sinar x kemudian disimpan oleh bahan phosphor yang akan dirubah menjadi data digital dengan Laser Scanner di dalam Image Reader. Setelah Imaging Plate melalui proses scanning, gambaran akan di tampilkan pada monitor komputer, sementara Imaging Plate masuk ke bagian data penghapusan (erasure) untuk dibersihkan sehingga dapat digunakan kembali untuk pasien yang lainnya.
                                                                                   
                                                                                  Proses pembentukan gambar yang terjadi pada imaging plate melalui beberapa tahapan :
                                                                                   
                                                                                  1). Exposure
                                                                                  Imaging Plate diletakkan didalam kaset, setelah itu kita lakukan eksposi dengan menggunakan sinar x. Sinar x yang menembus obyek akan mengalami atenulasi sehingga enersi dari sinar x tersebur ditangkap oleh imaging plate dalam bentuk data digital.
                                                                                   
                                                                                  2). Stimulate
                                                                                  Bayanggan tersebut kemudian distimulasi dengan Photo Stimulable Phosphor (PSP) yang fungsinya untuk mengubah bayangan laten pada IP menjadi cahaya tampak.
                                                                                   
                                                                                  3). Read (pembacaan)
                                                                                  Dengan menggunakan Photo Multiplier, cahaya tampak tersebut di tangkap dan digandakan serta diperkuat intensitasnya kemudian diubah menjadi sinyal elektrik. kemudian sinyal-sinyal ini direkonstruksikan menjadi sebuah gambaran yang dapat dilihat oleh layar monitor.
                                                                                   
                                                                                  4). Erasure (penghapusan)
                                                                                  Setelah proses pembacaan seselai, data gambar pada imaging plate secara otomatis akan dihapus oleh Intense Light sehingga imaging plate dapat digunakan kembali.

                                                                                  CAIRAN PROCESSING

                                                                                  PEMBUATAN LARUTAN DEVELOPER DAN FIXER



                                                                                  PEMBUATAN LARUTAN DEVELOPER DAN FIXER


                                                                                  1.      Alat dan Bahan
                                                                                  Adapun alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
                                                                                  a.       Alat
                                                                                  ·         Ember
                                                                                  ·         Gelas Ukur
                                                                                  ·         Gayung
                                                                                  ·         Masker
                                                                                  ·         Sarung Tangan Karet
                                                                                  b.      Bahan
                                                                                  ·         Air
                                                                                  ·         5 Liter Cairan Developer untuk bentuk cair
                                                                                  ·         5 Liter Cairan Fixer untuk bentuk cair
                                                                                  2.      Pendahuluan
                                                                                  Dalam suatu proses radiografi prosessing room atau kamar gelap merupakan salah satu pendukung yang penting dalam menunjang keberhasilan suatu proses pemotretan . Hal ini disebabkan karena processing room kita dapat mengubah film dari bayangan laten kedalam bayangan tampak. Processing room disebut juga final proses akhir karena processing room merupakan rangkaian yang terakhir dalam suatu proses radiografi . Pengertian Processing Room atau Kamar Gelap adalah suatu area atau tempat dilakukan pengolahan film sebelum dan sesudah di expose ( dari bayangan laten menjadi bayangan tetap ). Ada beberapa jenis prosesing diantaranya :
                                                                                  a.       Manual Prosessing
                                                                                  Manual Prosessing yakni  dalam prosesnya menggunakan tenaga manusia secara langsung melalui beberapa proses yaitu developing (pembangkitan), Rinsing (pembilasan), Fixing (penetapan), Washing (pencucian), Drying (pengeringan)
                                                                                  b.      Automatic Prosessing
                                                                                  Dalam prosessing automatic hampir sama dengan processing manual hanya perbedaannya pada prosesnya tidak mengalami proses rinsing ( pembilasan ), serta dalam proses ini  menggunakan tenaga mesin .









                                                                                  Dalam proses pengolahan film, baik yang secara Automatic ataupun secara Manual tetap membutuhkan beberapa bahan atau cairan kimia yang penggunanannya bertujuan untuk mengubah bayangan laten menjadi bayangan nyata. Adapun bahan-bahan kimia tersebut yakni cairan Devoloper dan cairan fixer. Di mana nantinya cairan developer ini akanmengubah kristal-kristal perak bromida yang terpapar sinar X dan mengandung atom-atom silver netral padlatent image sites menjadbutiran-butiran padat silver metalik(Gb C). sedangkan cairan fixer berfungsi untuk melarutkan kristal perak Bromida yang tidak terpapar sinar X dan tidaterproses oleh developer, sehingga menyisakan butir-butir silver metalik padat saja. (Gb D)

                                                                                  Ket : a. Gambar C adalah film yang telah di masukkan kedalam cairan developer  
                                                                                              sedangakan gambar d adalah film yang sebelumnya sudah di masukkan
                                                                                              kedalam cairan devoloper kemudian dimasukkan lagi kedalam cairan fixer.
                                                                                  A.    Developing
                                                                                  Developing merupakan proses mengubah Kristal-kristal Silver Bromida yang terpapar oleh sinar-x dan mengandung atom-atom Silver Netral pada latent image sites menjadi butiran-butiran silver metalik, Proses developing dilakukan dengan cara memasukkan dan menggoncangkan film dalam larutan developer selama 5-10 detik, sampai terbentuk bayangan putih. Larutan developer inilah yang nantinya berfugsi membangkitkan bayangan latent menjadi bayangan nyata dengan cara mereduksi AgBr yang terkena sinar menjadi perak metalik. Menurut penggunannya, cairan developer di bagi menjadi 3 jenis yakni Developer untuk Manual Prosessing, Developer untuk Automatic Prosessing serta Developer untuk Rapid Prosessing ( untuk di Kamar Operasi) atau untuk film gigi. Suhu developer di harapkan pada suhu 18o-20C (Ball and Price 1990). Adapun penggunaan larutan developer dalam suhu dan waktu dapat dilihat dalam tabel berikut :
                                                                                  SUHU
                                                                                  WAKTU
                                                                                  Fahrenhed (F)
                                                                                  Celcius (C)
                                                                                  Menit
                                                                                  60

                                                                                  7
                                                                                  62

                                                                                  6
                                                                                  64

                                                                                  5.5
                                                                                  66

                                                                                  4.5
                                                                                  68
                                                                                  20
                                                                                  4
                                                                                  70

                                                                                  3.5
                                                                                  72

                                                                                  3
                                                                                  74

                                                                                  2.25
                                                                                  76

                                                                                  2.5

                                                                                  Dalam proses developer ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembangkitan, yakni suhu cairan, agitasi dan derajat kelemahan developer. Larutan developer memiliki beberapa kandungan yang ada di dalamnya, diantranya :
                                                                                  1.      Developing Agent
                                                                                  Developing agent Bersifat basa lemah dan Bahan-bahan yang dapat berfungsi developing agent/reducing agent adalah :
                                                                                  - Sodium hydrosulphite
                                                                                              - Hydrogen peroxida
                                                                                              - Forenal dehida

                                                                                  2.      Activator/Accelerator
                                                                                  Bahan pengaktif terhadap bahan pembangkit,  bahan ini digunakan karena developer hanya akan aktif pada pH basa saja. Bahan yang biasa digunakan adalah Na2Co(manual) karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan air sehingga menghasilkan  Na2 OH sebagai cadangan, bentuk reaksinya
                                                                                  Na2 Co3 + H2O à NaHCO2 + NaOH
                                                                                  NaOH disini berfungsi untuk menetralisir asam sebagai hasil reaksi oleh bahan developer. Kemudian bahan yang selanjutnya adalah NaOH (automatic) Merupakan larutan basa kuat yang sangat mudah menarik CO2 dari udara      Na2CO 
                                                                                  NaOH + CO2 + H2O  
                                                                                  Maka harus disimpan dalam wadah tertutup rapat karena mudah rusak yang berakibat memperpendek umur larutan developer.

                                                                                  3.      Preservative (Antioxidant)
                                                                                  Biasanya berupa Sodium Sulfite/Natrium Sulfite yang berfungsi untuk mengurangi atau menangkal pengaruh oksidasi dari udara terhadap bahan pembangkit dan Membentuk bahan pereduksi baru.
                                                                                  4.      Restrainer
                                                                                  Biasanya dari Potassium Bromide yang berfungsi untuk memperthankan Kristal-kristal siver halide yang tidak terpapar oleh sinar-X dari proses developing.

                                                                                  B.     Rinsing
                                                                                  Rinsing merupakan proses pembilasan dengan menggunakan air mengalir selama 20–30 detik yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa larutan developer, menghilangkan activator alkali serta mencegah netralisasi asam fixer. Proses rinsing di lakukan secara manual tetapi tidak dilaksanakan pada proses otomatis (aoutomatic). Terdapat dua cara rinsing yaitu dengan :
                                                                                  1.      Plain rinse bath ( dengan air , sebaiknya dengan air mengalir, jika dengan air diam harus sering diganti karena sudah banyak mengandung larutan developer dan itu akan menghambat proses penghilangan sisa cairan developer.
                                                                                  2.      Acid Stop Bath ( dengan larutan asam asetat 3% ).

                                                                                  C.     Fixing
                                                                                  Proses fising di lakukan bertujuan untuk melarutkan dan menghilangkan kristal silver halide dari emulsi film, Menghentikan proses pembangkitan sehingga tidak ada lagi proses perubahan bayangan pada film serta Menyamak emulsi agar tidak mudah rusak. Proses fixing dilakukan dengan cara memasukkan film dalam larutan fixer selama 10 menit dan menggoncangkan film setiap 5-30 detik untuk mencegah terbentuknya gelembung udara sampai terbentuk bayangan gigi dan jaringan sekitarnya. Dalam proses fixing ada eberapa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas fixer yakni kandungan larutan fixer, suhu fixer dan waktu fixer. Larutan fixer memiliki beberapa kandungan di dalamnya, diantanya :
                                                                                  1.      Clearing Agent
                                                                                  Mengubah atau melarutkan butiran Kristal perak bromide (AgBr) yang tidak terekspose pada saat penyinaran menjadi komponen yang larut dalam air. Adapun sifat bahannya adalah Bereaksi dengan perak halogen dan membentuk komponen yang larut dalam air, tidak merusak gelatin serta tidak memberi pengaruh/efek terhadap gas yang terbentuk. Bahan yang biasa digunakan seperti Ammonium thiosulfate (NH4)2 S2 Oserta Sodium Thiosulfat Na2S2O3 .

                                                                                  2.      Acidifier
                                                                                  pH asam diperlukan untuk memungkinkan difusi thiosulfate kedalam emulsi film dan kompleks silver thiosulfate keluar dari emulsi film. Kondisi larutan fixer yang asam akan meng-inaktifasi developing agent yang terbawa dalam emulsi film.

                                                                                  3.      Preservative
                                                                                  Meskipun bahan yang digunakan sebagai accelerator adalah acid lemah namun tetap terjadi decomposisi hypo dan penglepasan unsur S, untuk mencegah digunakannya unsur sulfit sebagai stabilisator.  Pada fixer untuk stabilisator /preservative adalah pasangan  acetic acid dan selfit sebagai alternatif sering digunakan bahan yang dapat berfungsi keduanya.  Sebagai acidifisasi dan stabilisator  yaitu Sodium Meta Sulfit (NaHSO3) dan Potassium Meta Sulfit (KHSO3)

                                                                                  4.      Hardener
                                                                                  Berfungsi untuk mengeraskan emulsi yang mengalami pembengkakan. Bahan-bahanya :
                                                                                  ·         Chrom potassium alum Sangat efektif pada larutan yang masih segar, aksi penyamakan cepat turun meskipun fikser tidak digunakan, bekerja efektif dibawah pH 4,7 yaitu 3,5-4,7.  Cocok digunakan untuk fikser  yang siap pakai.
                                                                                  ·         Potassium allum Tahan lama, bekerja efektif pada pH 4,5-4,9 dan masih aktif pada pH 5,5 Jika digunakan nilai pH 5,5 dapat terjadi endapan aluminium hydroksida dengan potassium alum yang kelihatan putih pada film
                                                                                  ·         Aluminium chloride Daya penyamaknya sangat singkat Biasanya di kombinasikan dengan ammonium thiosulfate.

                                                                                  D.    Washing
                                                                                  Merupakan proses pencucian film dengan air sampai bau asam dari larutan fixer menghilang Tujuannya yakni menghilangkan bahan – bahan kimia selama proses fixing, antara lain Argento thiosulfat, sisa-sisa sodium thiosulfat dan bahan lain yang semuanya mudah larut di air. Sebaiknya dengan air mengalir dengan suhu tidak melebihi 25 ºC. Jika lebih akan merusak gelatin. Waktu ideal 10 menit di air mengalir (Jenkins, 1980), waktu yang terlau singkat menyebabkan masih banyak sisa-cairan kimia yang terbawa di film menyebabkan fim mudah rusak. Proses washing yang tidak baik dapat menyebabkan discolorisasi dan menyebabkan stains (kotoran/noda) pada film yang dapan mengurangi keakuratan informasi diagnostik.

                                                                                  E.     Drying
                                                                                  Tujuan di lakukannya proses drying yakni Agar mudah dibawa dan disimpan, mengurangi kandungan air dalam film. Hal ini akan membuat emulsi lebih kuat dan mudah untuk dipegang serta menjaga visualisasi Image dengan cara membatasi efek radiasi dan refleksi yang disebabkan adanya air yang ada dipermukaan emulsi. suhu pengeringan sebaiknya 30º-40º C dengan kelembaban yang rendah yakni 60%.

                                                                                  F.      Viewing
                                                                                  Tahap akhir adalah viewing, dengan menggunakan illuminator (viewing box). Hasil akhir dalam bentuk negatif image.

                                                                                  3.      Metode
                                                                                  A.    Pembuatan larutan developer yang cair melalui beberapa langkah, diantaranya :
                                                                                  1.      Siapkan alat dan bahan
                                                                                  2.      Gunakan masker dan sarung tangan karet terlebih dahulu untuk keselamatan
                                                                                  3.      Isilah tangki developer dengan air sebanyak 20 liter
                                                                                  4.      Masukkan 5 liter cairan developer kedalam air yang sudah di isi ditangki developer, aduk hingga merata dan kemudian warnanya akan berubah
                                                                                  B.     Pembuatan larutan developer yang bubuk melalui beberapa langkah, diantaranya :
                                                                                  1.      Siapkan alat dan bahan
                                                                                  2.      Gunakan masker dan sarung tangan karet terlebih dahulu untuk keselamatan
                                                                                  3.      Siapkan air dengan suhu 50º sebanyak 75% bagian tanki developer
                                                                                  4.      masukkan bahan Reducing agent aduk sampai semua bahan larut
                                                                                  5.      masukkan bahan lainnya aduk rata, masukkan air sampai tanki penuh
                                                                                  C.     pembuatan larutan fixer yang cair melalui beberapa langkah, diantaranya :
                                                                                  1.      siapkan alat dan bahan
                                                                                  2.      gunakan masker dan sarung tangan karet terlebih dahulu untuk keselamatan
                                                                                  3.      isilah tangki fixer dengan air sebanyak 20 liter
                                                                                  4.      masukkan 5 liter cairan fixer kedalam air yang sudah diisi di tangki fixer, aduk hingga merata, namun cairan fixer ini tidak akan mengalami perubahan warna.
                                                                                  D.    Pembuatan larutan fixer yang bubuk melalui beberapa langkah, diantaranya :
                                                                                  1.      Siapkan alat dan bahan
                                                                                  2.      Gunakan masker dan sarung tangan karet terlebih dahulu untuk keselamatan
                                                                                  3.       

                                                                                  4.      Pertanyaan
                                                                                  1.      Fungsi dari developer dan fixer ?
                                                                                  Jawab :
                                                                                  Fungsi utama dari developer ialah mengubah kristal silver halide yg telah terpapar sinar X menjadi butiran silver metal sedangkan fungsi utama dari fixer ialah melarutkan dan menghilangkan kristal silver halide dari emulsi film, Menghentikan proses pembangkitan sehingga tidak ada lagi proses perubahan bayangan pada film serta Menyamak emulsi agar tidak mudah rusak.
                                                                                  2.      Kemampuan developer dan fixer ?
                                                                                  Jawab:

                                                                                  3.      Proses terbentuknya bayangan pada radiograf ?
                                                                                  Jawab :
                                                                                  1.     



                                                                                  Sebelum paparan, banyak kristal silver bromida terdapat dalam emulsi (Gb.A)

                                                                                  2.     



                                                                                  Setelah paparan, kristal-kristal yang terpapar sinar X mengandung atom-atom silver netral padlatent image sites (area yandiarsir pd Gb.B ).


                                                                                  3.     



                                                                                  Ketika film sudah terpapar sinar-X , maka selanjutnya film akan dimasukkan ke dalam larutan developer kemudian digoncang selama 5-10 detik, yang kemudian  nantinya Kristal-kristal yang terpapar pada latent image sites akan diubah menjadi butiran-butiran padat silver metalik oleh larutan developer (Gb.C)


                                                                                  4.      Setelah film melalui tahapan developing, maka selanjutnya film akan di bilas dengan air selama 20–30 detik yang bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa larutan developer, menghilangkan activator alkali serta mencegah netralisasi asam fixer.
                                                                                  5.     



                                                                                  Film yang sudah di bilas akan di masukkan ke dalam larutan fixer selama 10 menit dan setiap 5-30 detik film digoncangkan untuk mencegah terjadinya gelembung udara. Setelah 10 menit maka pada proses ini akan menyisakan butiran-butiran silver metalik saja karena Kristal-kristal silver bromide yang tidak terpapar sinar-X dan terproses oleh developer akan dilarutkan oleh larutan fixer (Gb.D). pada akhir proses inilah nantinya akan di lihat bentuk dari bayangan pada film radiograf.

                                                                                  6.      Setelah film melalui proses fixing, maka film akan di cuci dengan air kembali, hal ini dilakukan untuk menghilangkan bahan – bahan kimia selama proses fixing, antara lain Argento thiosulfat, sisa-sisa sodium thiosulfat dan bahan lain yang semuanya mudah larut di air serta menghilangkan bau asam dari larutan fixer tersebut.  Sebaiknya dengan air mengalir dengan suhu tidak melebihi 25 ºC. Jika lebih akan merusak gelatin. Waktu ideal 10 menit di air mengalir.
                                                                                  7.      Selanjutnya film di keringkan pada suhu kira-kira 30º-40º C dengan kelembaban yang rendah yakni 60%. Setelah film kering maka prossing film radiografi selesai dan siap di tampilkan pada viewing box untuk menegakkan diagnose.

                                                                                  5.      Kesimpulan
                                                                                  Kesimpulan yang dapat di ambil dari praktikum pembuatan larutan developer dan fixer ini adalah :
                                                                                  1.      Larutan developer bersifat basa , sedangkan larutan fixer bersifat asam.
                                                                                  2.      Larutan developer berwarna , sedangkan larutan fixer bening.
                                                                                  3.      Larutan developer berbau basa karena itu menunjukan sifat larutannya, sedangkan larutan fixer berbau asam karena itu menunjukkan sifat larutannya.
                                                                                  4.      Larutan developer saat disentuh oleh tangan terasa licin akan lebih terasa licin lagi apabila dicelupkan ke dalam air, sedangkan larutan fixer saat disentuh oleh tangan terasa kesat.
                                                                                  5.      Larutan developer dapat menghitamkan film (radio opac), sedankan larutan fixer dapat melarutkan AgBr yang tidak terkena eksposi sehingga menjadi radio loosen.